SARANG LEBAH DAN
KEAJAIBAN AL‑QUR’AN
Abd Al‑Mun’im AI‑Hefni
Ayat‑ayat tentang lebah dalam Al‑Qur'an
Al‑Karim tidak lain adalah rentetan petunjuk tentang keajaiban ilmiah.
Mukjizat Al‑Qur'an masih terus dikisahkan dan ilmu dari waktu ke waktu
menyingkapkan kepada kita tentang berbagai mukjizat tersebut. Maha benar Allah
dengan firman-Nya:
‑Nya:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tentang bukti‑bukti kebesaran kami dan dalam diri mereka sendiri, sehingga
jelas bagi mereka bahwa sesungguhnya Al‑Qur'an adalah kebenaran."(QS
41:53)
“Kami telah menurunkan kitab kepadamu yang
menjadi penjelasan terhadap segala sesuatu, rahmat dan kabar gcmbira untuk umat
Islam" (QS 16:89).
. Fakta
dan ayat‑ayat ini betul‑betul diyakini oleh para pendahulu kita dan ilmu
menyingkapkan kepada kita salah satu segi keajaiban ilahi dan keajaiban Al‑Qur'an
dalam ayat‑ayat ini. Auf bin Malik bin Abi Auf al‑Asyja`i r.a. telah beriman
dengan Al‑Qur'an Al‑Karim dan dengan semua yang dibawanya. Diriwayatkan, bahwa
ketika pada suatu waktu ia sakit kepadanya ditanyakan, apakah ia akan dirawat,
Ia menjawab:
"Beri saya air karena Allah telah berfirman: "Dan
kami telah menurunkan air yang banyak manfaatnya dari langit ...... “(QS 50:9).
Beri saya madu karena Allah SWT telah berfirman: "…Di dalamnya terdapat
kesembuhan untuk manusia…” (QS 16:69).
Kemudian
ia mengatakan supaya diberi minyak zaitun karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
berfirman:
"Dari pohon zaitun yang banyak manfaatnya.”
(QS 24:35)
Semua
permintaannya ini lalu dikabulkan. Ia mencampurkan semua itu dan meminumnya,
lalu ia sembuh. Di dalam Al‑Qur'an Al‑Karim yang oleh banyak orang dipelihara dalam
dada, di samping yang ada di depan kita sekarang, banyak terdapat kebaikan.
Barangkali
permulaan. yang lebih baik adalah dengan memulai pembicaraan tentang tempat
tinggal atau sarang lebah. Allah SWT menyebutkan tentang lebah dalam. Al‑Qur'an
Al‑Karim:
"Kami memberitakan kepada lebah supaya kamu. mengambil tempat tinggal dari
bukit, dari pohon dan dari apa yang mereka bangun."
(QS 16:68).
Dalam
kehidupan dan tempat tinggal jenis lebah secara umum dan lebah madu secara
khusus terdapat bukti yang paling agung atas kemampuan dan keluasan ilmu Allah
SWT melalui keajaiban ilmiah yang dikemukakannya dalam Al‑Qur'an Al‑Karim.
Berbagai
saintis telah mengkaji kehidupan tingkah laku dan tempat lebah madu. Di antara
mereka adalah Butler (1954), Snodgrass (1956), Wafa (1963), Root (1974), Abd al‑Lathif
dan Abu an‑Naja (1974), Perusahaan penerbitan Dadant (1975), Crane
(1975,1977,1980,1990), Crane dan Graham (1985), al‑Hamashi (1979), Morse
(1980), al‑Bambi (1989), Abd as‑Salam (1990) dan al‑Hefni (1994).
Sedangkan
mengenai jenis‑jenis lain dari lebah yang bukan penghasil madu, yaitu jenis‑jenis
yang suka menyendiri atau semi mengelompok, maka kecenderungan. yang ada
sekarang adalah untuk mempelajari dan mengetahui informasi lebih banyak lagi
tentang hal ini. Sejarah fisika dan kebiasaan membuat sarang dari lebah yang
suka menyendiri telah menarik perhatian banyak peneliti bidang ilmu kehidupan
serangga. Di antara mereka adalah Fabrc (1879‑1907) dan Rcaumur (1942).
Sedangkan keeenderungan dalam sejarah ilmu hayat ini telah sampai ke tingkat
atas dalam pengkajian‑pengkajian yang dilakukan oleh Malyshev (1936). Juga
banyak sains yang telah mempelajari tingkah laku membuat sarang lebah penyendiri
antara lain seperti yang dilakukan oleh Linsley (1952‑1955), Hobs (1956),
Linsley (1958), Linsley dan Hurd (1959), Krombein (1967), Mazed (1967), Elbery
(1968), Stephenel (1969), Allam (1972), al-Hefni (1974), Miehenes (1974) dan al‑Badawi
(1976). Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufik kepada kita dan
kepada semua orang untuk melakukan penelitian lanjut dalam bidang ini sehingga
mukjizat (keajaiban) ilmiah dalam AlQur'an dan As‑Sunnah dapat dicakup seluas
mungkin.
Metode Penelitian
Lebah
dengan komposisi, tabiat tingkah laku dan proses kelahirannya merupakan salah
satu bukti kebesaran Allah dalam lembaran alam yang bisa diselidiki dengan
pengamatan teliti melalui mata telanjang dan penemuan-penemuan ilmiah sepanjang
sejarah. Namun segi keajaiban ilmiah Al-Qur’an dalam bidang ilmu tentang lebah
dan tempat tinggalnya adalah bahwa nuansa ayat Al‑Qur'an yang dibaca dan
didengarkan telah membawa isyarat-isyarat dan petuniuk‑petunjuk yang dibuktikan
oleh ilmu akhir-akhir ini melalui pengamatan‑pengamatan teliti dan
penyingkapan-penyingkapan teoritis empiris (telah disebutkan sebelumnya) yang
masih saja menjadi tanda tanya di kalangan ilmuwan tentang serangga atau lebah
dari hari ke hari.
Penelitian
ini adalah sebuah usaha sederhana dari penulisnya untuk bersaham dalam bidang
ini dengan upaya kecil. Jika ada yang benar, maka itu adalah dari Allah dan
bila ada yang salah maka ia adalah dari penulis sendiri.
Berdasarkan
itu, maka penelitian ini secara. khusus adalah usaha untuk menyingkapkan keajaiban.
ilmiah Al‑Qur'an dalam ayat 68 surat
an‑Nahl dan bertujuan menguraikan petunjuk‑petunjuk yang dibicarakan oleh kitab‑kitab
tafsir, hadits dan leksikon bahasa tentang ayat ini. Penelitian ini juga
menguraikan hal‑hal yang diungkapkan oleh percobaan‑percobaan dan penelitian-penelitian
dalam bidang ini. Pengetahuan. tentang ini mendukung, menafsirkan dan merinci keterangan
ringkas yang diberikan oleh ayat‑ayat Al‑Qur'an yang antara lain menegaskan
bahwa Al‑Qur'an dengan seluruh ayatnya betul‑betul berasal dari sisi Allah Yang
Maha Bijaksana, Maha Mengetahui yang diturunkan melalui malaikat Jibril terpercaya
ke dalam hati pemimpin dari orang‑orang terdahulu dan belakangan melalui bahasa
Arab yang jelas, sejak lebih kurang seribu lima ratus tahun yang lalu.
Hal‑hal
yang disebutkan tentang lebah madu dalam penelitian ini sesungguhnya adalah
hasil pengalaman pergumulan yang lama sekali dengan berbagai kelompok lebah
madu dan. pengamatan terus‑menerus terhadap ilham ilahi kepada makhluk yang
diberi berkat ini serta tingkah lakunya sebagai kelompok yang individu‑individunya
saling membantu, Ia juga merupakan hasil rujukan kepada penelitian dan berbagai
referensi dalam bidang ini.
Bahasa
ini ditulis dengan metode yang memungkinkan pembaca menguasainya dengan baik serta
menghubungkan antara berbagai sisinya. Karena. itu, maka dasar penulisan
dijadikan sebagai unsur‑unsur yang merupakan kerangka umum permasalahan. Unsur‑unsur
itu adalah:
1. Ayat‑ayat an‑Nahl ini serta posisinya dari sudut aqidah.
2. Dunia lebah.
3. Pemahaman kata dan dilalah
(petunjuk; indikasi) wahyu.
4. Hubungan manusia dengan. permasalahan. lebah dan permasalahan aqidah.
5. Pemahaman kata an‑Nahl serta indikator‑indikatomya.
1. Ayat‑Ayat tentang Lebah dan Posisinya
dari segi Aqidah
Seperti
diterangkan dalam tafsir Fi Zhilalil Qur
'an, ayat surat
an‑Nahl diturunkan di Mekah yaitu ayat yang membahas masalah aqidah dan topik-topik
besamya berhubungan dengan masalah keTuhanan, wahyu dan kebangkitan. Topik
topik ini ditampilkan dalam konteks ayat‑ayat al-kauniyyah (tentang alam) sehingga memperjelas keagungan penciptaan,
keagungan nikmat dan keagungan ilmu serta pengamatan. Semua itu saling
bertautan dalam keselarasan yang dapat diamati di antara berbagai bentuk,
sorotan, ungkapan ritme, kasus dan topik. Secara keseluruhan ia memiliki ritme
yang tenang dan irama yang biasa, tetapi penuh dengan nuansa. la menghimpun seluruh
alam ini: langit dan bumi, matahari dan bulan, siang dan malam, gunung dan
laut, perbukitan dan sungai, naungan dan keteduhan, tumbuh‑tumbuhan dan buah‑buahan,
hewan dan burung. la juga menghimpun antara dunia dan akhirat, rahasia dan
keghaiban. Semua itu adalah melatih otak, nurani dan diri manusia serta
mengetuk manusia pada semua tingkatan persepsi dan ilmunya dengan susunan bahasa
yang tenang dan halus di mana tidak terdapat suara berdengking, seperti ditemukan
pada surat al‑Anam
dan ar‑Ra'd misalnya. Tetapi dengan ketenangannya menyentuh semua segi batin
dan fisik dalam wujud manusia. la menuju kepada otak yang sadar seperti juga
menuju kepada perasaan yang intuitif. Ia sesugguhnya menggugah mata supaya melihat,
telinga supaya mendengar, perasaan supaya merasa, intuisi supaya tersentuh dan
otak supaya mengamati. Seorang insan berakal setelah itu tidak lagi memiliki
sikap selain menyerahkan diri dan beriman dengan penuh ketaatan.
Ayat‑ayat
surat an‑Nahl
ini membicarakan rahasia fakta ilmiah yang tidak disingkapkan kecuali pada masa‑masa
terakhir ini saja. Di dalamnya mengandung bukti‑bukti wahyu dari Allah tentang
keistimewaan‑keistimewaan lebah bagi orang yang memahaminya dan ilmuwan yang
spesialis yang menghargainya sehingga ilmuwan pendebat yang fanatik, apalagi
yang bukan ilmuwan, tidak lagi mempunyai alasan untuk mendebat. Secara umum ini
saja sudah cukup karena ia memantulkan segi keajaiban ilmiah Al‑Qur'an dalam
topik ini (yaitu topik "Lebah serta tabiat dan tingkah lakunya”).
2. Dunia Lebah
Betul penyebutan
lebah dalam sejumlah ayat Al‑Qur'an dengan sebutan teliti yang merinci tentang
tabiat tingkah laku dan produksinya, kemudian penamaan sebuah surat dengan nama an‑Nahl (lebah) tidak hanya
menunjukkan penghormatan terhadap lebah sekedar sebuah isyarat dan bukti kemukjizatan
belaka. Hal itu karena beberapa pertimbangan. Pertama, keterdahuluan Al-Qur'an dalam menyebutkan beberapa rincian
tentang dunia lebah dan tempat tinggalnya, sekalipun diketahui pada masa wahyu
diturunkan, namun ia tidak dipahami dengan pemahaman mendalam seperti yang
dilakukan oleh manusia kontemporer hari ini. Kedua, dunia lebah itu luas yang penuh fakta ilmiah yang tabiat
aslinya tidak mungkin disingkapkan sepanjang waktu dan ia mampu sepanjang fase
sejarah sebagai bahan untuk meyakinkan kebenaran agama ini dan inilah segi lain
keajaiban ilmiah Al‑Qur'an dalam bidang dunia lebah.
Betul
dunia lebah itu luas dan besar. Dari segi kegiatan lebah maka semua individu
lebah mengetahui benar kewajibannya dan melaksanakannya dengan cara terpadu
yang sangat baik bersama individu‑individu lain dalam kelompok. Alat‑alat pengaturan
dan pengontrolan itu tertanam dalam fitrah yang diciptakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala pada diri lebah. Setiap individu bekerja untuk kelompok karena itu
masyarakat lebah ini kelihatan seperti sebuah sosok tubuh bahkan sebuah umat
atau bangsa.
"Tidak ada yang melata di bumi atau pun yang
terbang dengan kedua sayapnya, kecuali ia adalah umat (bangsa) seperti kamu....”(QS
6:38).
Maha suci
Allah, Maha Pencipta berfirman pula:
"Maha suci Tuhan kami yang memberikan karunia
kepada segala sesuatu yang diciptakan‑Nya, kemudian menunjukinya."
(QS 20:50).
Ayat‑ayat
khusus tentang lebah tidak lain dari satu rentetan bukti keajaiban ilmiah yang
dimulai dengan firman‑Nya:
"Tuhanmu mewahyukan kepada lebah ...” (QS
16:68).
3. Pengertian dan Indikasi kata Wahyu
Banyak
mufassir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wahyu pada ayat"Kami mewahyukan kepada lebah"
adalah ilham, petunjuk dan pengajaran. Asy‑Syaikh Abu Ali Al‑Fadhal
bin Al‑Hasan dalam tafsimya menambahkan bahwa itu dikatakan, dijadikan dalam gharizah (instink)nya yang tidak
diketahui oleh yang lain. Wahyu dalam bahasa Arab mempunyai beberapa segi
antara lain berarti kenabian
(ramalan), ilham, isyarat petunjuk
dan rahasia. Dalam pengertian
kenabian adalah seperti pada firman‑Nya:
"... dan la mengutus Rasul. lalu la
mewahyukan (membuatkan) apa yang dikendakinya dengan izin‑Nya."
(QS 42:51)
la
adalah dalam pengertian ilham pada firman‑Nya:
"Tuhanmu mewahyukan (memberi ilham) kepada
lebah…” (QS. 42:51) (QS
16:68).
”Kami mewahyukan(memberi ilham) kepada ibu
Musa ... “(QS 28:7).
Dalam
pengertian isyarat petunjuk dalam firman‑Nya:
"Lalu la
mewahyukan (memberi isyarat petunjuk) kepada mereka supaya mereka bertasbih."
(QS 19:11).
Mujahid
mengatakan bahwa pengertian adalah "Memberi
isyarat petunjuk kepada mereka”. Adh‑Dhahak mengatakan bahwa maksudnya adalah
"dituliskan (ditetapkan) untuk
mereka." Dalam pengertian rahasia:
"....Mewahyukan
(merahasiakan) sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa kata “(QS
6:112).
Asal kata wahyu dalam pemahaman orang Arab adalah bahwa
seseorang menyampaikan sesuatu kepada temannya secara sembunyi‑sembunyi dan
tertutup. Dikatakan auhalahu wa auha ilaihi "diwahyukan untuknya atau diwahyukan kepadanya” adalah dengan
pengertian bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengilhamkan kepada lebah supaya
mengambil rumah, tempat tinggal, sarang dan tempat kediaman di bukit‑bukit,
pohon‑pohon dan lain‑lain.
Kesimpulannya wahyu dipakaikan untuk para Nabi seperti dalam
firmanNya:
"Allah
tidak mungkin berkomunikasi dengan manusia kecuali melalui wahyu atau di balik
tabir atau mengutus seorang Rasul dengan izin‑Nya kepada slapa yang dikehandaki‑Nya"
(QS 26:51).
Mari
kita perhatikan kalimat auha (mewahyukan).
Wahyu itu bisa berarti ilham untuk selain Nabi dan Rasul seperti dalam firman‑Nya:
"Kami
mewahyukan (mengilhamkan) kepada lbu Musa…” (QS 28:7).
Barangkali
juga berarti ilham kepada binatang seperti pada firman‑Nya:
"Tuhanmu
mewahyukan (mengilhamkan) kepada Lebah..." (QS 16:68).
Barangkali
pula wahyu itu berarti Perintah dan izin, khususnya bila kata itu, digunakan
bersama benda padat, seperti Firman Allah dalam surat al‑Zalzalah ketika membicarakan tentang
bumi:
"...bahwa
Tuhanmu mewahyukan kepadanya."
Maksudnya
mengizinkan kepadanya dan memerintahkan. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan
wahyu dalam firman Allah:
"Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah..." (QS 16:68).
Bahwa
Allah SWT memberi ilham dan petunjuk.kepada kelompok lebah supaya membuat rumah
yang dapat melindungi mereka beserta anak‑anak mereka di bukit‑bukit dan di
pohon‑pohon dan juga di tempat‑tempat yang didiami manusia. Pengertian ilham
Allah kepada lebah adalah ia menetapkan dalam dirinya dan menciptakan dalam gharizah‑nya supaya melakukan perbuatan-perbuatan
menakjubkan yang telah membingungkan otak manusia ini, di mana sarang‑sarang
ini dibangun di bukit‑bukit atau, pohon‑pohon atau tempat‑tempat yang digunakan
manusia sebagai tempat tinggal.
4. Hubungan Manusia dengan Masalah Lebah
dan Masalah Aqidah
Menarik perhatian bahwa al‑khithab (pesan) di sini dengan
menggunakan dhamir al‑mukhathab (kata
ganti orang kedua) "kamu” (kaf)
yaitu rabbuka (Tuhanmu). Ayat suci
tidak menggunakan kalimat wa auhallahu ila an-nahl "Allah mewahyukan kepada lebah" atau
wa
auhaina ila an‑nahl "Kami mewahyukan kepada lebah".
Namun ayat suci ini berbunyi: auha rabbuka ila an-nahl "Tuhanmu mewahyukan kepada lebah"
(QS 16:68).
Orang kedua. di sini adalah Rasul Shallallahu 'alaihi wa
Sallam yang mewakili kepribadian manusia yang demi ia dan kemanfaatannya Al‑Qur'an
telah diturunkan. Dalam hal ini ada petunjuk besar bahwa terdapat hubungan
antara manusia yang dituju pada pesan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hal‑hal
yang dijanjikan kepada lebah berupa tabiat dan pekerjaan yang dilakukannya
melalui ilham dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hubungan ini tidaklah langsung.
Kata kaf
(kamu) sebagai orang kedua menunjukkan pertalian Rasul Shallallahu 'alaihi
wa Sallam kepada Tuhannya sebagai.pemuliaan dan penghormatan. Pemuliaan itu
adalah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh Iman Rasul Shallallahu 'alaihi wa
Sallam (setelah beliau adalah umat beliau) terhadap ayat yang diwahyukan oleh
Allah dalam kitab-Nya (di sini adalah ayat‑ayat surat an‑Nahl).
5.
Pengertian an‑Nahl
An‑Nahl (lebah) di sini tidak lain dari makhluk yang mendapat
berkat yang dimuliakan Allah, yang mendapat wahyu dan ilham‑Nya sehingga ia dapat
menempuh jalan hidupnya. Dalam Lisan Al‑Arab,
an‑Nahl (bentuk mufradnya/tunggalnya an‑Nahlah) adalah serangga penghasil madu. Abu Ishaq az‑Zujaj mengatakan tentang
firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi: " Tuhanmu mewahyukan kepada lebah." Boleh jadi dinamakan nahl
(lebah) karena Allah Azza wa jalla menjadikan manusia mengambil madu yang
keluar dari perutnya (dengan pengertian Allah memberikan kepadanya). Pendapat
yang lain mengatakan bahwa kata itu berasal dari bahasa Arab. An‑Nahl dapat
dipandang sebagai mudzakkar (maskulin)
dan sebagai mu’annats (feminin). Ia
dijadikan Allah sebagai kata mu’annats
pada firman‑Nya anittakhidziy min al jibaal buyuutan "Supaya
kamu (feminin) mengambil tempat tinggal di gunung‑gunung…” Orang yang memandangnya
sebagai mudzakkar karena lafaznya
adalah mudzakkar (nahl) dan orang
yang memandangnya sebagai mu’annats
karena ia adalah kata jamak dari nahlah.
Dalam hadits riwayat Ibnu Umar disebutkan:
"Perumpamaan
orang beriman adalah seperti lebah. Bila ia makan, maka ia makan yang baik dan
bila jatuh, maka ia jatuh atas yang baik."
Riwayat terkenal menyebutkan bahwa ia dibaca dengan al‑halal‑mu’jamah, yaitu sebagai kata
mufrad dari nihal (agama‑agama).
Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa ia dibaca dengan al-ha'al‑muhmalah (Nahl) untuk menunjukkan madu lebah. Segi
kesamaan antara keduanya adalah ketelitian dan kejelian lebah, bahayanya yang sedikit,
keahlian, kegunaan, keberdikarian dan usahanya di malam hari, kebersihannya
dari kotoran dan makanannya yang baik. Ia tidak makan dari usaha orang
lain."Kesetiaan dan ketaatannya kepada pangerannya."
Disebutkan dalam beberapa tafsir bahwa an‑nahal (dengan ha’
berbaris di atas) dinamakan demikian karena Allah memberikan (nahalahu) madu yang keluar dari
tubuhnya. An‑Nahl menurut logat penduduk Hejaz
dipandang sebagai kata mu’annats dan
setiap kata jamak di mana antara kata jamak dan mufradnya tidak dibatasi selain
oleh al‑ha’. Disebutkan juga bahwa
lebah itu ada dua jenis. Satu jenis hidup di gunung‑gunung dan hutan‑hutan yang
tidak terbiasa dengan manusia dan jenis satu lagi hidup di rumah‑rumah penduduk
dan sudah terbiasa dengan manusia.
Sains modern telah menjelaskan dan menegaskan semua ini.
Terbukti dari pengkajian dan penelitian yang dilakukan oleh para saintis dalam
bidang ini bahwa kata an‑Nahl (lebah)
yang dimaksud adalah kata umum yang mencakup, banyak jenis. Kata ini dipakai
untuk semua serangga yang kerjanya mengumpulkan saripati bunga (nektar) dan
bibit pembuahan. Serangga ini beserta anak-anaknya mengambil makanan dari
saripati ini dan tubuhnya dialiri oleh berbagai pembuluh kecil.
Jenis‑jenis
Lebah
Dari segi pertumbuhannya, yaitu cara hidup yang dijalaninya,
jenis‑jenis lebah yang termasuk dalam keluarga lebah dapat digolongkan kepada
tiga kelompok (Malysehev 1936).
a. Lebah Penyendiri atau Liar (Solitary or
Wild Bees)
Lebah ini berbagai jenis yang dapat dibedakan karena setiap
lebah betinanya mempunyai ciri dapat membangun sarangnya (yang terdiri dari
satu sel atau lebih) serta melengkapi dengan segala kebutuhannya tanpa
tergantung atau meminta bantuan kepada individu‑individu yang lain dari jenis
yang sama, tetapi ia tidak memelihara anaknya. Karena itu kehidupan antara
individu-individu lebah ini adalah tanpa. pekerjaan tertentu dan tanpa pembagian
pekerjaan di antara mereka. Lebah penyendiri hidup sendiri‑sendiri dan dua
individu tidak bertemu kecuali pada masa perkawinan, antara jantan dan betina
yang berlangsung dalam waktu singkat. Segi penting dari jenis‑jenis lebah
penyendiri ini adalah mengawinkan berbagal tumbuhan dan karena ini ia juga
dinamakan sebagai lebah darat.
b. Lebah Bermasyarakat (Social Bees)
Jenis ini hidup di bawah kondisi‑kondisi yang cocok dan keadaan‑keadaan
biasa di tempat‑tempat berkumpul yang mempunyai jumlah hampir bersamaan.
Kegiatan individu dalam kelompok ini secara keseluruhan dikerahkan untuk
melayani semua individu. Semua jenis lebah bermasyarakat melakukan penggudangan
makanan di sarang‑sarangnya untuk memberi makan anak‑anak dan seluruh anggota
masyarakat lebah. Makanan itu disimpan di sel‑sel khusus tempat penyimpanan. Di
dalamnya ia membangun sumur‑sumur dan tempat penyimpanan makanan. Umur dari
ratu jenis lebah ini lebih panjang dari umur lebah penyendiri betina karena tugas
khususnya menghasilkan telur dan para pekerja lebah melakukan perawatan terhadap
ratu ini.
c. Lebah Kekanak‑kanakan (ath‑Thufaili)
Lebah jenis ini tidak membuat sarang sendiri dan tidak pula menyimpan
makanan tetapi menempatkan telur‑telumya di sel lebah jenis penyendiri atau
lebah jenis bermasyarakat. Dengan demikian bibit‑bibitnya mendapat makanan dari
usaha orang lain sehingga akhirnya muncul serangga lengkap yang terdiri dari
jantan dan betina.
Sarang
dan Tempat TInggal Lebah
Firman Allah menyebutkan:
"Supaya
kamu mengambil rumah (tempat tinggal) di bukit‑bukit, di pohon‑pohon dan di
mana mereka tinggal."
Kebanyakan
ahli tafsir sepakat mengatakan bahwa Allah SWT telah menciptakan lebah dan
menjadikan rumah‑rumahnya di bukit‑bukit, di pohon‑pohon kayu, di atap‑atap
atau dinding‑dinding rumah dan lain‑lain. Sarang lebah dinamakan rumah adalah
karena lebah mempunyai cara hidup menakjubkan yang dikendalikan pencipta‑Nya secara
teliti dan rapi yang membingungkan otak manusia. Ia kadang‑kadang juga
dinamakan awkar (kata jamak dari wakr), yang Juga berarti sarang atau tempat
tinggal. Asal-usul rumah adalah untuk tempat tinggal manusia dan kata wakr digunakan di sini untuk tempat
tinggal yang dibangun lebah sehingga ia dapat mengeluarkan madunya, yang mirip
dengan rumah buatan manusia karena adanya perencanaan yang baik dan pembagian
yang benar. Kalimat wa min asy‑syajari wa mimma ya’risyun "di pohon-pohon dan di tempat‑tempat yang
mereka tinggikan” berarti chrome yang
ditinggikan atau ditempatkan di tempat tinggi oleh manusia, seperti
diriwayatkan oleh Ibnu Zaid dan lain‑lain. Ia berarti atap, seperti
diriwayatkan oleh ath‑Thabari dan lain‑lain. Oleh sebagian ahli tafsir kata min (dari) dalam ayat di atas berati min
tab'idh (di antara, antara lain,
termasuk). Sesuai individu-individu dan bagian‑bagiannya, maka lebah
tidaklah membuat tempat tinggal pada setiap pohon, bukit dan tempat yang
ditinggikan. la tidak membuat tempat tinggal pada setiap tempat yang disebutkan
tersebut. Tafsiran rumah dengan apa. yang dibangun oleh lebah adalah tafsiran
yang dipegang oleh lebih dari seorang mufassir. Abu Hayyan mengatakan bahwa
yang dimaksud tampaknya adalah ruang‑ruang yang terbentuk di bukit‑bukit, dalam
rongga pohon, sel‑sel yang dibuat manusia untuk lebah dan ruang‑ruang yang ada
di dinding. Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa isyarat menunjukkan bahwa rumah
bukanlah ruang, tetapi tempat yang dibuat oleh lebah. Ia mengatakan: Saya
menginginkan pengertian al‑ba'dhiyyah
(di antaranya; antara lain) dan bahwa rumah‑rumah itu tidak dibuat pada setiap
bukit, pohon dan apa yang ditinggikan. Kata yarasya berarti hayya’a
(membentuk).
Sementara mufassir mengatakan bahwa kata anittakhidziy adalah Imma
Mashdariyyah dengan takdir ba’almaalabbissaat
yaitu bi anittakhidziy "Supaya
kamu mengambil atau tafsiriyyah (menafsir)”; kata setelah itu, karena di
dalamnya dengan anggapan, pengertian maknanya yang terkenal, yaitu makna ucapan
tanpa hurufnya dan itu cukup menjadikan sebagal tafsiriyyah.
Sedangkan dalam hubungannya dengan sains dalam bidang ini,
maka firman Allah dalam surat an‑Nahl ayat 68 tersebut,
termasuk gaya
bahasa tinggi (al‑balaghah) dan kemukjizatan
yang menarik perhatian. Penggunaan kalimat anittakhidziy
dalam. bentuk mu’annats karena kata
nahl adalah kata benda jenis yang dapat dipandang mudzakkar dan mu’annats.
Dari segi lain ungkapan dengan mu’annats
di sini barangkali cocok dengan tabiat kehidupan lebah. Lebah betinalah yang
melakukan segala usaha dan pekerjaan di koloni‑koloni lebah. Sedangkan lebah
jantan tidak melakukan pekerjaan selain kawin saja, yang tidak muncul kecuali
menjelang masa kawin, setelah itu ia mati dan punah.
Dalam. ayat 68 surat
an‑Nahl ada ungkapan atau petunjuk kepada tempat tinggal lebah; yaitu topik
besar yang membutuhkan uraian panjang. Bukit secara bahasa menunjukkan dan mengandung
pengertian bumi, batu granit, bukit‑bukitan, gua dan benda‑benda yang terbentuk
akibat faktor‑faktor penggundulan seperti tanah dan seterusnya. Sedangkan pohon
juga menunjukkan dan memasukkan bagian‑bagian pohon seperti dahan, ranting,
daun dan seterusnya. Begitu juga benda‑benda yang terbikin dari kayu seperti
papan dan sebangsanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Wa maa ya’risyuun adalah
benda‑benda yang digunakan dalam pekerjaan membuat atap atau sarang. Tidak ada
yang lebih menunjukkan akan keajaiban ilmiah Al‑Quran dan pencakupan Al‑Qur'an
terhadap semua hal yang mungkin dilakukan oleh lebah untuk membuat tempat
tinggal, seperti telah disebutkan terdahulu.
Berdasarkan keterangan terdahulu tentang jenis‑jenis lebah
tersebut mirip dengan manusia dalam kebiasaan membuat rumah. Satu kelompok
lebah mempunyai pekerjaan khusus dalam membangun rumah tanpa bantuan kelompok yang
lain, namun perbedaannya dengan manusia adalah hal tabiat spesialisasi ini, dimana
pada lebah merupakan instink dan pada manusia sebagai usaha berencana. Jadi
tabiat membentuk manusia (setiap individu manusia) yang berisikan kesediaan fithri (alami). Kesanggupan mendapat
keahlian dalam membangun dengan ilmu dan pengalaman bila ia menginginkannya.
Sedangkan pada lebah, maka pada semua kelompok lebah (kecuali lebah kekanak‑kanakan)
terdapat sejumlah individu khusus yang sanggup sendiri tanpa bantuan kelompok
lain dalam membangun rumah untuk melayani seluruh kelompok. Spesialisasi ini
sesungguhnya berasal dari tabiat instink yang tidak dimiliki kecuali oleh satu
kelompok lebah saja. Setiap kelompok mempunyai gaya berbeda dalam membangun rumah yang
tergantung kepada tabiat dan cara hidup serta lingkungannya. Alangkah kreatifnya
ciptaan Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Pencipta. Benar, ini adalah bukti
kebenaran Allah. Apakah manusia tidak memikirkan dan mendalaminya?
Untuk lebih menjelaskan hal‑hal yang diterangkan oleh sains,
berikut ini adalah beberapa sorotan atas setiap kelompok lebah yang mempunyai ciri
dan perbedaan dalam sistem kehidupan dan perbedaan tempat tinggal. Kelompok pertama, yaitu kelompok
penyendiri atau darat dan kelompok kedua,
yaitu lebah bermasyarakat, mempunyai ciri dalam membuat sarang tempat tinggalnya,
sedangkan kelompok ketiga, yaitu
lebah kekanak‑kanakan, tidaklah membuat sarangnya karena ia hidup biasanya di
atas kelompok lain. Karena itu pembicaraan akan dipusatkan pada dua kelompok
pertama saja. Berikut ini adalah kajian terhadap tingkah laku berbagai jenis
lebah dalam membuat sarang.
Lebah Penyendiri
atau Darat
Pemilihan tempat sarang
Pada lebah darat, penjagaan terhadap anak dimulai dengan pemilihan
tempat yang sesuai untuk membangun sarang di mana tersedia sarana. pemeliharaan,
penjagaan dan kelangsungan. Ini mirip sekali dengan apa yang terjadi pada
keadaan lebah bermasyarakat sewaktu menyatu.
Faktor‑faktor
pemilihan tempat yang sesuai
Tersedianya sumber bibit‑bibit pembuahan dan nektar. Dekat
dengan sumber air (seperti pada banyak keadaan lebah Anthophora dan Megachile).
Dekat dengan tumbuh‑tumbuhan (yang mempunyai daun dengan sifat‑sifat khusus)
atau serat atau tanah lainnya (seperti lebah Megachile pada umumnya).
Lebah penyendiri pada umumnya kembali ke sarang asli dari mana
ia berasal untuk membangun kembali sarangnya di samping sarang moyangnya. Gejala
terakhir ini tampak jelas pada beberapa jenis lebah penyendiri yang membuat
sarang di tanah dalam kerumunan yang terdiri dari beberapa ribu sarang yang
berdekatan (koloni) seperti pada jenis lebah andrenids, antnonora dan
lain‑lain.
Tempat‑tempat
pembuatan sarang
Terdapat perbedaan di antara berbagai Lebah tentang tempat pembuatan
sarang. Sebagian jenis lebah darat yang disebut lebah masoni, membuat sarangnya di celah‑celah batu atau menempelkan sarangnya
ke pokok kayu atau atas bangunan atau di celah‑celah khusus. Sebagian jenis
lebah menggali sarangnya dalam bahan‑bahan yang berasal dari tumbuh‑tumbuhan.
Sebagiannya membuat jalan dalam kayu yang lunak seperti cabang‑cabang pohon,
khususnya pohon yang telah mati. Sebagian yang lain membuat sarang di pokok tumbuh‑tumbuhan
dan sampai ke kayu yang lunak lengan usaha pribadinya, seperti lebah megachile. Ia kadang‑kadang memanfaatkan
celah‑celah atau lobang‑lobang yang ada pada tumbuh‑tumbuhan.
Sebagian jenis lebah menggali terowongannya dalam kayu yang
telah mati atau hampir kering seperti lebah kayu besar xylocopa. Sebagian lebah membuat terowongan pada buah‑buahan seperti
lebah kayu kecil Ceratina. Kebanyakan
jenis lebah penyendiri seperti pada lebah penggali (digger bee) hidup di tanah atau di atas lapisan yang mempunyai tanah
seperti dinding yang dibuat dari tanah liat, seperti lebah Megachile submucida. Barangkali pula tanah yang digalinya itu
adalah tanah berbongkah‑bongkah atau keras atau pasir atau tanah liat. Terbukti
bahwa lebah yang hidup di tempat‑tempat di mana tingkat kelembaban merupakan
salah satu faktor utama, maka lebah yang membangun sarang di sini mampu menjaga
diri dari faktor‑faktor ini (seperti lebah pemakan daun Megachile dan lebah kayu besar Xylocopa
atau membangun sel dari bahan anti air, misalnya dari sejenis bahan dalam cabang
pohon.
Penyiapan
Sarang
Mengenai jenis‑jenis lebah yang membuat kamar‑kamar sarangnya
sendiri (seperti pada kebanyakan jenis lebah darat), tidak dapat diragukan
telah melakukan pekerjaan yang banyak sekali. Hal itu karena lebah jenis ini
harus menggali tanah dalam jumlah besar yang juga sebagiannya harus dibuang
sewaktu membersihkan kamar yang ada dari semula. Kelompok lebah jenis ini tidak
terbang jauh dari sarang untuk memindahkan tanah yang digalinya, tetapi cukup
untuk melemparkannya keluar sarang dan kadang‑kadang membiarkannya di pintu
masuk sarang.
a. Cara
Menempatkan Hasil Galian
Dalam mengeluarkan hasil galian, maka ia turun satu‑satu bila tempat
penggalian itu miring. Bila tempat itu datar maka kelebihan‑kelebihan galian akan
berbentuk onggokan yang berbeda bentuknya sesuai dengan perbedaan jenis.
Bentuk onggokan akan berhenti di tempat bukaan sarang
(terowongan) yang barangkali di pusat onggokan atau jauh dari pusat dan kadang‑kadang
juga di luar onggokan. Dengan demikian onggokan‑onggokan ini dapat dibedakan
dengan bukaan utama atau kejauhan dari onggokan. Bentuk onggokan setelah itu
dibedakan arah terowongan masuk yang kadang‑kadang vertikal atau dengan sedikit
kemiringan atau banyak kemiringannya. Karena itu, sisi onggokan itu tidak sama
seperti pada lebah Dasypoda plunipes
atau sama satu sisi seperti pada lebah Teralonia
mulvae atau sama dua sisinya seperti pada lebah Colletes cunicularius.
b.
Lubang Masuk
Onggokan dapat dibedakan kepada onggokan tertutup, terbuka
atau setengah terbuka. Pada onggokan tertutup maka lubang masuk selalu tertutup
atau ditutupi oleh lebah dengan sengaja secara teratur. Keadaan pintu masuk dapat
juga diamati untuk mengetahui apakah lebah sedang berada dalam sarangnya atau
di luar sarang seperti pada lebah Andrena
ovina. Ada
jenis‑jenis sarang di mana pintu‑pintu terbuka terus selama sarang itu
berfungsi dan ramai. Sarang jenis ini mempunyai onggokan‑onggokan terbuka
seperti pada lebah Colletes cunicularius.
Di samping kebanyakan onggokan itu tidaklah merupakan bangunan yang kuat, namun
ini tidak berlaku atas batas pintu masuk. Bagian‑bagian tanah pada batas pintu ini
biasanya dipadatkan dengan kuat dan dilicinkan pada bagian dalam terowongan
sehingga mirip seperti pipa yang disembunyikan sama sekali dari onggokan dan
terowongan itu tidak akan kelihatan kecuali bila kita membuang tanah dengan hati‑hati
seperti pada lebah Andrena ovina.
Pada beberapa keadaan, tanah hasil galian terowongan atau
bagian‑bagian lainnya digunakan untuk membangun sarana‑sarana khusus seperti
saluran masuk dan jalan melingkar menuju sarang. Saluran masuk tidak lain
adalah perpanjangan langsung dari terowongan yang ada di luar tanah dan
berhubungan dengan tanah pada bagian fondasinya. Sedangkan sisi yang lain
adalah lubang udara. Pada beberapa keadaan, fondasi tertumpu pada landasan
khusus,seperti pada lebah Antophora
parictina.
c. Pipa‑pipa
Masuk
Pipa ini dibuat kadang horizontal atau vertikal atau miring
sekalipun biasanya ia berbentuk vertikal dan biasanya atap bagian luar dari
pipa itu kasar dan bagian dalamnya halus.
d.
Terowongan‑terowongan Masuk
Di antaranya kita melihat bahwa ketika jenis‑jenis lebah membuat
terowongannya, maka setiap jenis mengarah kepada pembuatan sarang dengan cara
khusus yang berbeda dari cara jenis‑jenis lain.
e. Terowongan‑terowongan
Bawah Tanah
Mengenai terowongan‑terowongan bawah tanah dari jenis‑jenis
lebah penyendiri maka ia biasanya merupakan terowongan‑terowongan berbentuk
bundar yang sekilas pandang kelihatan mempunyai struktur sederhana, tetapi bila
kita teliti dalam memandangnya, kita akan menemukan bahwa terdapat perubahan‑perubahan
pada arah terowongan dan kadang‑kadang pada bentuk dinding yang menunjukkan
bahwa terowongan itu pada banyak keadaan terdiri dari berbagai bagian yang digunakan
untuk tujuan-tujuan khusus sehingga dalam kenyataannya terowongan itu seperti
satu deret struktur yang berurutan. Bagaimanapun dapat dibedakan dua bagian
tertentu dalam terowongan yang menuju ke kamar‑kamar atau setidak‑tidaknya yang
menuju ke kamar pertama. Bagian pertama adalah terowongan utama dibuat di atas
satu sudut yang ada di permukaan dan berdasarkan ini maka di tanah yang datar
ia berbentuk vertikal. Tetapi bila permukaan itu miring, maka ia miring dalam
tingkatan yang berbeda sehingga ia kadang‑kadang berbentuk horisontal.
Fungsi terowongan utama adalah untuk membelah bidang di mana
sarang dibuat dan menjauhkan kamar-kamar dari bahaya-bahaya musuh serta memungkinkan
jamur (anak lebah) untuk tumbuh dalam kondisi panas, kelembaban dan lain‑lain
yang paling cocok. Kedalaman terowongan utama sangat berbeda, bahkan dalam satu
jenis, kedalamannya berbeda antara beberapa cm pada keadaan lebah Andrena bicolor. Pada keadaan lebah Augochlora humeralis ditemukan bahwa
terowongan itu sampai pada kedalaman 4‑5 kaki, bahkan pada beberapa keadaan ia membelah
tingkat air bumi juga ditemukan bahwa satu jenis lebah barangkah menggali
terowongannya di tanah yang berderai dengan kedalaman dua kali terowongan yang
digali di tanah keras. Pada lebah Collects
cunicalarius, misalnya panjang terowongan pada tanah yang keras mencapai 12
cm saja, tetapi mencapai 28 cm pada tanah pasir yang berderai.
Pembagian
Kamar Utama
Bagian Pertama
Bagian pertama membentuk saluran masuk, kemudian bagian tempat
tinggal. Saluran masuk dimulai dari pmtu terowongan dan biasanya terus sampai
ke bagian paling bawah dan bila pada level‑level vertikal ia kadang‑kadang
sampai ke bagian paling atas.
Pada beberapa jenis seperti pada lebah Teralonig malvee maka ia membuat sudut yang jelas bersama bagian berikutnyaya
dari terowongan itu. Kegunaan lekukan pada terowongan utama adalah mencegah
bertumpuknya tanah dan bahan‑bahan yang tidak diinginkan di rongga terowongan
Bagian
Kedua
Bagian kedua membentuk saluran sampingan. Bagian ini biasanya
dimulai dari sisi bawah saluran tempat tinggal. Tampaknya ia tidak mempunyai
hubungan dengan garis tengah terowongan dan bentuk bidang tempat ia dibuat, tetapi
tergantung pada dasamya kepada ukuran lebah dan jenis sarang. Kadang‑kadang
terowongan‑terowongan yang dibuat di pasar tumbuh‑tumbuhan sempit sekali
sehingga lebah tidak dapat mengubah arah di dalam sarang dan terpaksa mundur
dengan punggungnya menuju ke luar sarang supaya dapat keluar. Biasanya terowongan‑terowongan
sempit yang dibangun di pasar tumbuh‑tumbuhan ini merupakan saluran satu‑satunya
yang menghubungkan kepada semua kamar.
f . Sel‑sel
dan Cara Pembuatannya
Pada berbagai jenis lebah, baik lebah penyendiri, lebah
bermasyarakat atau lebah kekanak‑kanakan, setiap anak lebah memerlukan kamar
terpisah untuk dapat besar. Berdasarkan ini, kamar adalah bagian yang paling
penting dari sarang dan dalam kenyataannya adalah bagian satu‑satumya yang
diperlukan dalam sarang.
Sistem
Penempatan Sel‑sel dalam Sarang
Terdapat perbedaan sistem dalam menempatkan sel‑sel pada
sarang. Pada lebah kayu besar xylocopa
misalnya ia menempatkan sel‑selnya secara berdampingan dan berhimpitan dalam
sebuah urutan teratur. Lebah mulai keluar dari sel pertama, kemudian sel kedua
dan seterusnya. Pada lebah Andrenida,
ia membangun sel‑selnya secara terpisah di akhir terowongan‑terowongan yang
terpecah dari terowongan utama. Sedangkan lebah anthrophorines membangun sel‑selnya di ruang‑ruang dan lubang‑lubang.
Pada kebanyakan jenis lebah penyendiri kecuali megachilidae, sel‑sel diselimuti dengan
tutup tipis dari bahan sejenis lilin atau varnish
yang anti air. Bahan ini berasal dari air ludah pada lebah Andrenida halictids dan bahan berasal dari dalam perut pada
beberapa jenis anthrophorines. Sel‑sel
khusus pada megachilidae bekerja dari
bahan‑bahan aneh yang bukan berasal dari dirinya. Kebanyakan keluarga ini
menggunakan daun‑daun kayu atau potongan daun atau menggunakan serpihan atau serabut
bunga. Sebagiannya menggunakan tanah. Pada serangga trachusa, ia menggunakan daun‑daun yang direkat dengan lilin atau
damar.
Lebah Neteranthidium
menggunakan pasir yang diaduk menjadi menyatu dengan damar dan serangga
serapista menggunakan jerami atau batang tumbuh-tumbuhan pada lubang‑lubang dalam
tanah. Pada lebah osmia, sebagiannya menggunakan tanah liat dan sebagian yang
lain menggunakan bahan‑bahan dari daun kayu yang ditempelkan dan bagian yang
lain lagi menggunakan kedua-duanya.
Pada lebah pembangun sarangnya terdiri dari beberapa kamar
yang disusun berdampingan. Kamar pada dasamya terdiri dari tempat tertutup terkendali
yang dilengkapi dengan semua kebutuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak lebah. Tugas pertama dan utamanya adalah pemisahan individu-individu
antara satu dengan yang lain pada saat pertumbuhan serta menjaganya dari
pengaruh luar yang merusak. Terdapat kamar-kamar untuk jantan dan kamar‑kamar
untuk pembantu dan betina. Kamar dinamakan sesuai dengan isinya. Kadang‑kadang
terdapat beberapa kamar yang tidak dihuni oleh anak lebah, tetapi digunakan untuk
fungsi‑fungsi lain yang sekunder yang berhubungan secara tidak langsung dengan
anak lebah. Kamar-kamar ini kadang‑kadang berguna untuk memelihara anak lebah
dari parasit-parasit seperti pada lebah Osmia
emargenata atau digunakan sebagai gudang untuk kelebihan makanan seperti
pada lebah bermasyarakat atau membantu lebah yang baru keluar dari fase makan
dalam meninggalkan sarang seperti pada lebah kayu Ceratina callosa. Berdasarkan ini maka kamar‑kamar yang tidak
ditunggui ini dapat dibagi kepada kamar‑kamar untuk penjagaan, pergudangan, dan
untuk membantu keluar.
Bahan
Bangunan Sel
Terdapat perbedaan besar di antara. berbagai jenis lebah dalam
menggunakan bahan‑bahan untuk membangun kamar‑kamar. Faktor pertama dalam
perbedaan ini adalah tempat dari mana bahan ini dibawa oleh lebah. Apakah ia membawanya
dari dalam sarang atau dari dekat sarang atau jauh dari sarang. Bertolak dari
sini terdapat dua cara tertentu untuk membangun kamar‑kamar. Cara pertama dalam
membangun kamar‑kamar adalah dari bahan‑bahan dalam sarang dan cara kedua dari
luar bahan‑bahan sarang.
Tampaknya tidak terdapat banyak kondisi di mana bagian‑bagian
kamar dibangun dari dalam sarang dan bagian‑bagian dari luar sarang kecuali
bila itu dalam pembangunan berbagai kamar atau bagian sarang. Lebah trigona misalnya membangun kamar‑kamar tempat
membesarkan anak‑anak dari bahan yang dibuat di dalam sarang yaitu lilin.
Sedangkan kamar‑kamar yang lain yaitu tempat penyimpanan madu dibuat dari bahan‑bahan
yang berasal dari kamar yang dibawa dari luar sarang.
Bagaimanapun terdapat bahan‑bahan yang digunakan untuk membasahi
bahan‑bahan yang keras yang digunakan dalam pembangunan. Bahan‑bahan ini adalah
air dan air ludah yang kadang‑kadang digunakan sebagai bahan pelekat. Pada
bahan‑bahan bangunan yang digunakan dari dalam sarang biasanya bersumber dari
dinding ruang sarang baik metalik (sumbemya tanah) atau tumbuhan atau
diproduksi dari kelenjar‑kelenjar lebah itu sendiri.
Dalam beberapa keadaan kedua sumber itu sama‑sama digunakan
untuk membangun kamar yang sama, tetapi bukan campuran dari kedua sumber,
dimana terdapat dua lapisan, salah satunya domestik dan yang lain ekstemal.
Biasanya lapisan luar pada dasamya dibuat dari inti pembuat
sarang atau sedikit dicampur dengan cairan‑cairan dari kelenjar‑kelenjar atau campuran
air dengan air ludah sebagai bahan perekat. Sementara. itu lapisan dalam yang membentuk
dinding dalam kamar sebenamya semua dibentuk dari cairan kelenjar‑kelenjar
lebah. Dengan demikian kamar dari dalam selalu tampak licin. Bila kita analisis
lapisan dalam dari kamar‑kamar ini secara. teliti kita akan menemukannya
tersusun dari dua jenis:
Jenis
Pertama. Seperti pada lebah tetralonia,
halictus dan andrena berbentuk sutera yang dapat lebur dalam ether dan chloroform
dan bersenyawa meningkatkan temperatur udara sedikit.
Jenis
kedua. Bahan ini sangat berbeda. Tampaknya lebah menyemprotkan
bahan lilin dan kelenjar‑kelenjar di perutnya. Sedangkan kamar‑kamar yang
dibangun dari bahan‑bahan berasal dari luar, seperti pada lebah pembangun dan
lebah menetap biasanya dari bahan‑bahan yang berasal dari metal, tumbuh-tumbuhan
dan hewan.
(1).Dari
sumber‑sumber metalk terdapat berbagai jenis lebah Osmia yang membangun kamar‑kamar dari tanah liat yang merekatnya
dengan bahan perekat yang dibuat sendiri oleh lebah ini dari tanah kering dan
air ludah. Pada keadaan yang lain ia menggunakan. bagian‑bagian terbesar bersama
tanah liat seperti biji‑biji kecil kuartis.
(2).Dari
sumber‑sumber nabati antara lain dari cairan‑cairan nabati alami seperti bahan‑bahan
damar atau lilin atau berbagai jenis sari tumbuhan. Kadang‑kadang juga
digunakan beberapa bagian tumbuh‑tumbuhan setelah mengaduknya dan contoh paling
jelas untuk itu adalah adonan hijau yang digunakan untuk membuat dinding sarang
lebah yang terdiri dari potongan‑potongan tanaman kecil hijau setelah melumatkan
dan mengubahnya menjadi adonan.
Termasuk
dalam hal ini keadaan potongan‑potongan daunan tumbuh‑tumbuhan berbentuk
telur, bundar atau tidak teratur yang digunakan oleh banyak jenis lebah megachile dan potongan‑potongan
berbentuk pita yang digunakan oleh Lebah Trachusa
corratule serta daun‑daun sempurna. Dari cabang‑cabang baru tumbuh‑tumbuhan
yang digunakan oleh berbagai jenis lebah megachile.
Di samping jaringan‑jaringan hijau yang sudah disebutkan juga terdapat bagian‑bagian
hijau nabati lainnya yang kadang‑kadang digunakan untuk membangun sarang
misalnya beberapa jenis lebah anthidium
yang menggunakan sampah‑sampah daun beberapa. tanaman yang masih hidup atau telah
mati atau kering yang diangkutnya. Juga terdapat beberapa jenis lebah osmia dan megachile yang menggunakan bagian‑bagian rontokan bunga‑bunga berwama.
kuning, merah dan putih. Juga terdapat bukti‑bukti yang menunjukkan bahwa pada
beberapa keadaan lebah mengumpulkan dan menggunakan buangan‑buangan keluarga
yang disusun. Juga disaksikan keadaan‑keadaan di mana digunakan bunga sari sebagai
penutup bagian dalam kamar‑kamar.
(3)
Dalam hal sumber‑sumber hewani tampaknya jarang sekali yang dibawa oleh lebah
dari sarang sewaktu proses pembangunan kamar‑kamar namun terdapat keadaan‑keadaan
di mana lebah menggunakan bahan‑bahan seperti berikut:
- Cairan‑cairan yang berasal dari binatang (kotoran temak) seperti sapi dan onta, seperti pada lebah osmia tricornis, hewan ternak seperti kambing, kelinci dan barangkali juga serigala.
- Kepala lebah, seperti pada lebah anthidium
- Kulit kerang kecil seperti pada lebah Osmia caecmentsoria
Dapat
juga ditambahkan di sini bahwa beberapa lalat jenis Agenia menggunakan jaringan lebah‑lebah sebagai bahan membangun
kamar‑kamamya.
Ketiga sumber di atas digunakan oleh lebah, baik lebah
penyendiri atau lebah bermasyarakat. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang
itu:
- a.Kamar‑kamar yang dibangun oleh salah satu jenis megaebik yang membentuk lapisan luar dari dinding kamar terbuat dari bahan yang berasal dari metal dan lapisan dalam terbuat dari bahan‑bahan damar (yaitu mempunyai sumber nabati)
- Kamar yang dibangun oleh satu jenis lebah trachuse dinding luar terbuat dari potongan‑potongan pita dari daun kayu dan bagian dalam juga dari bahan‑bahan yang berasal dari damar. .
- Kamar satu‑satunya yang terkenal pada serangga Osmia oninides ferton, lapisan luar dibuat dari potongan rontokan sejumlah tumbuhan. Warnanya kuning pada bagian luar dan merah ketika kita telah mendekati bagian dalam. Kamar itu dilicinkan dari dalam dengan lantai metalik.
- Kamar‑kamar beberapa jenis anthidium terbuat dari bahan‑bahan dammar yang diisi dengan butiran‑butiran kecil tanah dan kepala lebah yang telah kering.
Bentuk Sel
Sel‑sel
dapat diterangkan dengan salah satu dari dua cara:
- Sesuai panjang lorong masing‑masing.
- Sesuai hubungan kamar‑kamar dengan ruangan yang melingkarinya.
Rongga Kamar‑Kamar
Besar rongga atau kekosongan sel sampai ke batas tertentu
dipengaruhi oleh besamya lebah yang membuat sel. Besarnya juga ditentukan oleh
faktor-faktor selain itu. Secara umum kamar‑kamar dapat dibedakan antara kamar-kamar
yang kecil sekali, kamar‑kamar yang luas dan kamar‑kamar biasa yang berukuran
sedang. Pada lebah Teralonia malvae,
sel itu kecil sekali sampai dipenuhi sama sekali oleh anak‑anak lebah yang
telah dewasa dan bila anak lebah ini diangkat, maka mustahil mengcmbalikannya
lagi ke dalam sel. Sementara lebah Dasypoda
plamipes tidak memenuhi kecuali sebagian kecil saja dari selnya.
Tampaknya di antara faktor‑faktor utama yang penting yang mempengaruhi
volume kekosongan atau rongga sel adalah cara menyuplai makanan (jenis makanan
dan kuantitas makanan).
Arah
Kamar‑kamar
Biasanya keadaan sel dalam ruangan dipandang menurut arah
poros bujur dalam hubungannya dengan poros vertikal. Berdasarkan ini, maka sel
itu vertikal, miring dengan sisi vertikal dan dengan demikian miring ke bawah
atau ke atas atau horisontal.
Secara umum, sel‑sel lebah yang sejenis biasanya diarahkan
dengan cara tertentu. Di antara contoh lebah penyendiri yang membangun kamar‑kamar
horisontal atau mendekati horisontal adalah lebah teralonia dan nomia.
Sedangkan arah kamar lebah bermasyarakat bombus
dan trogona dipengaruhi oleh tempat‑tempat
membuat sarang.
Urutan Pembuatan Kamar‑kamar
Lebah secara umum membangun sel‑sel atau kamar‑kamamya menurut
salah satu dari dua sistem. Pertama,
ia membangun kamar satu demi satu sampai selesai. Kedua, ia membangun kamar‑kamar secara keseluruhan dalam waktu yang
sama. Sering sekali bahwa jenis lebah penyendiri membangun sarangnya dengan cara
pertama dan lebah jenis bermasyarakat membangun sarangnya dengan cara kedua.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk membagi kamar-kamar atau sel‑sel:
A. Menurut
Fungsi Kamar
1. Kamar yang ditempati terbagi kepada:
a. Kamar Jantan
b. Kamar Betina
c.
Kamar Pembantu
d. Kamar Kelompok
2. Kamar yang tidak
ditunggui terbagi kepada:
a. Kamar untuk gudang
b. Kamar tambahan
B. Menurut Bentuk:
1. Panjang
2. Pendek
3. Berbentuk beraturan
4. Berbentuk tidak beraturan
5. Dua sisinya sama
6. Porosnya sama
7. Tidak sama
C. Menurut Bahan Pembuat Bangunan:
1. Bahan Nabati
2. Bahan Metalik
3. Bahan Hewani
D. Menurut Rongga Sel:
1. Sempit
2. Cukup Luas
3. Luas
E. Menurut Arah:
1. Horisontal.
2. Miring ke bawah
3. Vertikal
4. Miring ke atas
E Menurut Urutan Pembuatan:
1. Sel demi sel
2. Sejumlah sel dalam waktu
yang sama
Suplai Makanan untuk Sarang
Lebah jenis penyendiri menyuplai kamar‑kamamya dengan makanan
secara sempuma dan sering sekali dengan jenis‑jenis makanan yang berasal dari
bahan-bahan nabati seperti nektar dan bibit pembuah dan sering juga dicampur
dengan cairan‑cairan dari kelenjar air ludah. Pada jenis lebah bermasyarakat
juga menyuplai kamar‑kamamya dengan cara ini, tetapi dengan beberapa. pengecualian
seperti dalam hal makanan raja yang disemprotkan oleh lebah pembantu dari
kelenjar pada sel‑sel di mana ratu‑ratu lebah madu dibesarkan, yang
menggantikan sama sekali fungsi nektar dan bibit‑bibit pembuah. Lebah biasanya
mendapatkan bahan karbohidrat dari nektar dan mendapatkan bahan protein dari
bibit pembuah atau cairan dari berbagai kelenjar.
Penutupan
Sel (Kamar)
Setelah selesai menyuplai sel dengan makanan dan menempatkan
telur di dalam sel, lebah penyendiri biasanya menutup sel itu. Sesuai dengan
kebiasaan yang banyak ditemukan di antara lebah‑lebah penyendiri, sel langsung
ditutup setelah meletakkan telur dalam sel itu.
Sesuai dengan penetrasinya terhadap kelembaban, maka tutup sel
dapat digolongkan kepada dua jenis:
1. Jenis yang dapat dimasuki oleh kelembaban seperti pada lebah
jenis Halictus, Andrena dan Osmia.
2. Jenis yang tidak dapat dimasuki oleh kelembaban, seperti pada
lebah jenis Colletes, Chalicodoma dan
Anthophara.
Menurut tingkatan keserasian, tutup itu
juga dapat digolongkan kepada dua jenis:
1.
Pintu Terkunci
Terdiri dari bagian‑bagian atau bagian‑bagian
kecil terpisah yang tidak bersenyawa yang teronggok secara tidak beraturan pada
gerbang masuk sel. Tutup jenis ini jarang sekali kelihatan, kecuali pada lebah
jenis Halictus dan Anthidium.
2. Tutup
Menyatu
Terdapat pada hampir semua jenis lebah. Ia
terdiri dari bagian‑bagian kecil yang disusun dengan cara tertentu dan
sebagiannya biasanya bergenyawa atau terdiri dari bagian‑bagian lengkap dari
berbagai bahan seperti pada lebah Colletes,
Andrena dan Megachile.
Setelah menutup sel sebagian jenis lebah membuat
berbagai jenis hambatan untuk sampai kepada sel. Misalnya dengan membangun
onggokan‑onggokan dari partikel‑partikel yang biasanya ditinggalkan tanpa
melekat dan tanpa aturan sehingga memenuhi jalan menuju ke sel dan dengan demikian
menghambat lalu lintas lebah yang lain.
Jumlah,
Kamar dalam Sarang
Sedikit sekali lebah jenis penyendiri yang membuat
sarang terdiri dari satu sel saja. Contoh penting dari lebah jenis ini adalah Osmia papevaria juga terdapat beberapa
jenis yang membuat sarang terdiri dari dua kamar, kamar pertama sebagai kamar
utama dan kamar kedua sebagai kamar tambahan.
Jumlah kamar berbeda sesuai dengan
perbedaan kondisi luar seperti besar kamar dan bidang tempat membuat sarang. Ia
juga berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi dalam seperti instink membangun
sendiri atau usia lebah. Dalam keadaan‑keadaan seperti ini, jumlah kamar
biasanya antara 5 dan 6 kamar. Jumlah sampai 10 kamar pada lebah jenis Andrena binaculata, 15 kamar pada lebah jenis
Chalicodma muraria dan Osmia, 17 kamar pada jenis lebah kayu kecil
Ceratina, dan 19 kamar pada lebah
kayu besar Xylcopa. Semua angka ini
tentu saja
menunjuk sarang lebah penyendiri yang
dibangun oleh individu tunggal. Sedangkan sarang‑sarang bertingkat‑tingkat
yang dibangun oleh sejumlah individu secara khusus lebah bermasyarakat yang
telah kita terangkan, sering terdiri dari sejumlah kamar yang sampai ratusan
atau ribuan buah.
Urutan
Kamar dalam Sarang
Biasanya susunan kamar sudah tertentu.
Kamar‑kamar itu mungkin betul-betul terpisah, atau sedikit saling berhubungan,
atau berganda. Bila hubungannya sederhana, terdapat satu jalan menuju kamar,
dan bila berhubungan ganda, barangkali terdapat dua jalan atau lebih. Pada
lebah penggali (digger bees), maka
kamar‑kamar sarang berhubungan antara satu dengan yang lain melalui terowongan
utama menuju kamar‑kamar dan melalui terowongan‑terowongan sampingan untuk
setiap kamar terpisah. Urutan menurut cara ini bersimpang siur. Dalam kesimpangsiuran
itu dapat dibedakan mana jalan‑jalan yang maju ke depan, yang mundur ke
belakang dan yang tetap bila diukur dengan kedalaman dan panjang terowongan
utama ketika jumlah sel (kamar) bertambah.
Contoh kesimpangsiuran yang banyak adalah
pada lebah Halictus. Hal itu karena
hubungan antara sel‑sel pertambahan jumiah dan terowongan utama tidak jelas. Contoh
kesimpangsiuran yang maju ke depan adalah seperti yang terdapat pada lebah Systropha. Contoh kesimpangsiuran yang
mundur ke belakang adalah seperti yang terdapat pada lebah Colletes cunicitarius. Juga mudah ditemukan kesimpangsiuran
mengikuti putaran jarum jam atau melawannya. Namun ini tidak begitu penting
bila dibandingkan dengan cmpat cara kesimpangsiuran yang telah disebutkan,
karena terdapat pilihan di antara beberapa cara ini, bahkan di antara puak‑puak
dari satu jenis.
Juga terdapat perbedaan mengenai cara
urutan kamar pada level horisontal dan vertikal dalam sarang yang sama.
Terdapat kamar‑kamar yang membuat sudut dengan level horisontal dan vertikal
serta pada beberapa keadaan sudut yang dibuat itu melindungi sel‑sel pada kedua
level secara permanen dalam satu sarang. Barangkali pula hubungan antara kamar‑kamar
itu bersifat sempuma sehingga hilang sama sekali dinding sel yang membujur, seperti
pada sarang lebah (qarsh al‑asal;honeycomb).
Sel‑sel juga tersusun antara cara urutan
sarang lebah dan cara urutan garis atau bersimpangsiur. Pada lebah Osmia coerulescens yang mengisi ruang
sarang, maka kamar‑kamar sering berhubungan antara satu dengan yang lain. Itu
tidak hanya pada jalan ujung saja, seperti pada keadaan urutan garis yang
lurus, tapi juga melalui jalan dinding yang membujur, seperti pada keadaan
sarang lebah. Menurut cara garis lurus, ini dinamakan berbaris banyak. Pada
lebah Osmia fucunda dengan
mengesampingkan besar dan bentuk ruang (seperti pada urutan‑sarang lebah), sering
saling berhubungan antara satu dengan yang lain melalui garis lurus ini disebut
himpunan luruh. Diamati bahwa urutan kamar‑kamar pada sarang lebah bertahap dalam
bersimpangsiuran, lebih banyak dari apa yang ada pada garis lurus.
Bentuk yang jarang ini terdapat dalam
sarang‑sarang di mana kamar‑kamar dihubungkan secara teratur melalui sisi‑sisi
yang terdapat pada ruang. Inilah yang disebut kamar pendidikan (penjagaan) yang
pada dasarnya merupakan perekatan berbagai terowongan samping yang pendek.
Pada sarang‑sarang ini sel‑sel tersusun pada kamar‑kamar. Sistem seperti ini terdapat
pada lebah Halictus dan pada beberapa
jenis lebah yang membuat sarang madu pada tanah.
Penutupan
Sarang
Setelah sel‑sel selesai dibangun dalam
sarang, maka lebah menutup sarang melalui sebuah tutup yang disebut tutup
sarang. Ini terjadi pada semua jenis dan bangsa lebah selain jenis Ceratina dan Xylocopa. Kedua jenis ini
dikecualikan dari kaidah. Hal itu karena lebah akan terus bekerja di sarang
sampai tenaganya habis. Dengan demikian, lebah itu akan tetap di gerbang masuk
supaya ia dapat mempertahankannya sebisa mungkin.
Di samping adanya proteksi alami bersifat
mekanis, seperti ditemukan pada lebah bermasyarakat, terdapat apa yang disebut
kuburan lebah yang masih hidup seperti pada jenis Lithurgus. Ia juga tidak menutup sarang dan tutup jarang yang
diletakkan dari dalam sehingga mengurung lebah itu sendiri didalam sarang. Di
antara contoh‑contohnya adalah apa yang dilakukan oleh lebah Andiena ovina yang membangun sarang madu
di tanah, kemudian lebah itu meninggalkan sarang pada akhimya.
Tutup sarang dan kamar terbagi tiga:
1. Tutup yang kokoh
2. Tutup yang tidak kokoh
3. Tutup bercampur
(1)Tutup
yang kokoh adalah melalui rekatan partikel‑partikel antara yang satu dengan
yang lain, yang sering mencakup partikel‑partikel lebar yang terpisah satu sama
lain di akhir sel dengan adanya jarak‑jarak yang kosong. Keadaan seperti ini
terdapat pada lebah menetap dan lebah Mason,
seperti pada Osmia globicola dan Chalicodoma.
(2)Tutup
jenis kedua,dibangun dari partikel‑partikel yang tidak melekat dengan partikel
lain, sekalipun bersenyawa seluruhnya, yang tampak seperti onggokan yang
menyatu pada gerbang masuk sarang. Sistem ini terdapat pada lebah penggali
seperti Andrena, tetralonia dan lebah Antrophora
dan terdapat dalam persentase kecil pada lebah Ceratina.
(3) Jenis
ketiga, campuran menghimpun antara yang kokoh dan tidak kokoh.Ia mencangkup onggokan
tanah, partikel‑partikel yang bertaut, dipadatkan atau lainnya. Pada beberapa
keadaan, ia berhubungan dengan suatu kumpulan atau sistem tertentu dari pintu‑pintu.
Contohnya adalah lebah Antrophora acervarum
dan lebah Osmia leucomelaena.
Tutup sarang yang tidak kokoh tersusun dari
bahan yang sama yang menjadi komposisi tutup kamar pada sarang. Perbedaan satu‑satunya,
pada pintu sarang, bahan pada pintu sarang diambilkan dari bagian depan sarang
di mana tidak mungkin membuat terowongan baru. Ini mengakibatkan adanya
penurunan tajam pada salah satu sisi galian atau kamar di permukaan, seperti pada
Tetraloniamalvae dan Anthaphera accervorum.
Pekerjaan
Tutup Sarang
Jenis tutup sarang yang tidak kokoh terbuat dari bahan‑bahan
yang diambil dari saluran gerbang masuk. Sedangkan bagian yang tidak kokoh pada
jenis tutup campuran dibuat bahan‑bahan yang sama yang menjadi komposisi sel, seperti
pada lebah Osmia parvols. Ia membuat
onggokan‑onggokan antara sel-sel dan partikel‑partikel sumsum betis yang juga digunakan
untuk pembuatan sarang.
Sementara bagian yang tidak kokoh berisikan partikel‑partikel
sumsum kaki, butir‑butir pasir dan lain‑lain. Bagian dari tutup sarang tetap
tidak kokoh, sekalipun tidak terdapat onggokan di depan setiap sel, seperti
pada lebah Anthidium. Komposisi‑komposisinya
diambilkan dari luar sarang. Begitu juga halnya dengan dinding sel. Bila sel‑sel
sarang dibangun dari bahan‑bahan yang masuk padanya peralatan lebah dan mengeluarkannya,
maka bagian yang kokoh atau tutup yang kokoh dibangun dari bahan yang sama.
Sebaliknya juga betul, bila sarang dibuat dari bahan‑bahan yang tidak termasuk
peralatan lebah, tutupnya juga demikian. Sedangkan selain itu, adalah akibat
dari menetapnya parasit-parasit atau benda‑benda asing di luar sarang, seperti
pada Megachile. Sesungguhnya terdapat
partikel‑partikel dari kerang atau. dari pasir, yang barangkali besar atau kecil
tersusun dalam satu baris atau. lebih, diletakkan antara sel‑sel yang tersusun
rapi. Pada Anthidium, ia
ditutup melalui lilin hijau. Sementara itu pada lebah Megachile cefebre, maka partikel‑partikel sarang yang kokoh
berhubungan antara satu dengan yang lain melalui perekat hijau, sedangkan sel‑sel
itu sendiri terbuat dari tanah berperekat yang diaduk dengan air ludah lebah.
Pada beberapa keadaan, bagian akhir sel kadang‑kadang berubah
menjadi tutup dan pada ruangan sel yang diubah kadang‑kadang ditempatkan benih pembuah.
Tutup sarang kadang‑kadang terdapat di dalam, khususnya pada permulaan gerbang
masuk seperti pada Osmia rufa. Pada
keadaan yang lain, barangkali tutup diletakkan sedikit jauh ke dalam dari pintu
gerbang. Dengan demikian, ia melingkari ujung pintu masuk. Jarang sekali ada
tutup luar yang sempurna yang serasi di atas setiap sarang dari luar, seperti
pada Chalicodoma micraria.
Pembagian
Jenis‑jenis Sarang
Supaya dapat menjaga diri, lebah membangun berbagai sarang.
Supaya dapat mengetahui dengan baik jenis‑jenisnya, Anda harus mempelajarinya
dari berbagai segi serta membandingkan berbagai bentuknya antara yang satu dengan
yang lain. Sebagian besar pengkajian ini telah disebutkan dalam halaman‑halaman
terdahulu. Hasilnya adalah pengenalan jenis‑jenis dan bentuk‑bentuk sarang seperti
berikut:
1. Berkenaan dengan Individu penghuni Sarang:
a. Sarang Jantan
b. Sarang Betina
c. Sarang bersama Jantan dan Betina
d. Sarang yang menggabungkan antara ketiga jenis di atas
2. Berkenaan dengan jumlah Sel:
a. Sel Tunggal
b. Multi Sel
3. Berkenaan dengan hubungan antar berbagai Sel:
a. Sarang dengan sel‑sel terpisah
b. Sarang dengan sel‑sel berhubungan
4. Berkenaan dengan cara Membangun:
a. Sarang Vertikal
b. Sarang Horisontal
5. Berkenaan dengan jumlah
sarang yang termasuk komposisi sarang tunggal yang dibangun oleh seekor
serangga tunggal:
a. Sarang Sederhana
b. Sarang Berlapis
6. Berkenaan denganjumlah serangga yang membangun sarang:
a. Sarang Menyendiri
b. Sarang mengelompok atau tersusun
7. Berkenaan dengan kemiripan antara Sarang‑sarang:
a. Sarang dengan bentuk tersendiri
b. Sarang dengan bentuk mirip
Lebah Madu
Sebelum manusia memanfaatkan lebah, lebah madu membuat
sarangnya di celah‑celah yang ada antara batu‑batuan dan pohon‑pohon yang
berlubang. Ini diterangkan oleh gambar yang menceritakan tentang batu‑batuan
yang mempunyai celah sebagai tempat tinggal lebah di salah satu dataran tinggi
di sebelah timur Spanyol pada masa batu pertengahan Hal itu lebih kurang 700
tahun sebelum masehi. Lebah sering sekali membuat sarang‑sarang lilinnya di tempat
terbuka, dengan mengambil tempat‑tempat yang mudah untuk menjaganya dari faktor‑faktor
alam. Di sini ia beranak pinak dan mengumpulkan madu. Sel‑selnya terbuat dari
bahan‑bahan sederhana yang dapat dijangkau dan sesuai dengan keahlian‑keahlian
lokal berbagai masyarakat Lebah. Ini menunjukkan bahwa sel‑sel lebah tidak mempunyai
satu asal-usul.
Di hutan‑hutan besar di Eropa pada masa lalu, sel kuno merupakan
kayu-kayu berongga yang berjatuhan yang dihuni oleh lebah madu liar Kebanyakan
petunjuk yang dikenal tentang Lebah madu pada zaman kuno adalah lebah mesir
lebih kurang 3.400 sampai 600 tahun sebelum masehi. Hal‑hal yang ditemukan
tentang Lebah Mesir Kuno mempunyai urgensi penting karena kelangkaannya dan
karena ia adalah peninggalan sejarah.
Sel‑sel
Lebah Madu
Sel yang digunakan oleh lebah adalah bidang sempit rongga kosong
yang mempunyai pintu masuk di tengah‑tengah antara kedua ujungnya. Kedua ujung
barangkali ditutup dengan dua penyanggah yang cocok terbuat dan kayu. Bila
terdapat keretakan‑keretakan maka ditutup dengan plester dari tanah. Pada beberapa
daerah, sebagai pengganti sanggahan dari kayu digunakan bulatan‑bulatan batu
yang disiapkan sesuai besar lubang. Bulatan‑bulatan batu ini ditemukan sewaktu dilakukan
pekerjaan penggalian di berbagai daerah di kota Maya.
Sel sel terbuat dari tanah yang tidak dihancurkan yang berasal
antara 2.400 sampai 2.133 tahun sebelum masehi. Terdapat juga sel‑sel yang
terbuat dari tanah‑tanah yang sudah dihancurkan berbentuk wadah sedang dengan
panjang 36 cm dan rata‑rata garis tengahnya pada kebanyakan potongan 14 cm di
mana terdapat bukaan dengan garis tengah 2 cm pada lingkaran dengan ujung yang
berhadapan dengan mulut bukaannya. Akan tetapi wadah wadah ini barangkali
digunakan untuk mengumpulkan buangan karena ia kecil dan tidak cocok menjadi
sel yang sebenamya.
Ditemukan sel‑sel yang tidak cocok menjadi sel yang sebenamya.
Ditemukan sel‑sel yang merupakan wadah‑wadah besar yang terbuat dari tanah liat
yang tidak dihaluskan (coarse pottary)
yang mempunyai bukaan yang luas yang dinamakan sel‑sel tanah liat (pottary hives),
berasal dari 500 sampai 600 tahun sebelum masehi.
Sel‑sel
yang ditemukan di utara Eropa bersifat tradisional, merupakan keranjang‑keranjang
terbuat,dari ranting‑ranting yang dijalin, kemudian dari jerami yang dijalin
atau pokok rumbuh‑tumbuhan lainnya yang dkenal dengan nama skeps, berasal dari
abad pertama sampai abad ketiga sebelum Masehi.
Fakta tentang Sel‑sel yang masih digunakan
sampal sekarang
Yang menimbulkan ketakjuban adalah sel‑sel itu tetap atau
tidak berubah atau sel‑sel tradisional yang berjalan selama beratus‑ratus
tahun, barangkali beribu‑ribu tahun. Cara penyusunan, bahan besar dan bentuknya
umumnya tidak mengalami perubahan selama berabad‑abad. Sel‑sel dari tanah liat
biasanya digunakan pada berbagai daerah di Timur jauh seperti di Mesir pada zaman
kuno, seperti juga pada masa sekarang.
Orang Romawi menyebutkan sembilan macam sel yang segi‑seginya
banyak mereka terangkan. Mereka juga menerangkan bagaimana sel‑sel ini dibuat,
yang semuanya berdasarkan sistem horisontal yang sering diletakkan di atas mastaba (ban luar) atau dipahatkan ke
dalam dinding, kadang‑kadang ditempatkan dua baris atau tiga baris bertingkat.
Daftar yang dibuat oleh Crane (1983) berikut ini menjelaskan hal itu:
- Sel‑sel terbuat dari pohon kayu yang berlubang
- Sel‑sel dari pohon quercus suber
- Sel‑sel dari kayu papan
- Sel‑sel dari ranting‑ranting yang dijalin
- Sel‑sel dari pokok tumbuh‑tumbuhan yang kokoh di samping pokok yang lain
- Sel‑sel terbuat dari kotoran hewan
- Sel‑sel dari tanah yang dihaluskan (bahan porselin atau bahan tanah liat)
- Sel‑sel dari batu merah
- Sel‑sel transparan dari bahan tanduk dan mika
- Sel‑sel dari tanah yang tidak dihaluskan. Sel‑Sel jenis ini tidak diterangkan dalam tulisan‑tulisan orang Romawi.
Faktor‑faktor yang berhubungan dengan
penggunaan sel‑sel
1. Pemilihan bahan
Setelah pengkajian mendalam terhadap sel‑sel tradisional di
berbagai tempat berbeda di dunia, diketahui bahwa bumi dengan berbagai
bentuknya (tanah, tanah liat, batu‑batuan) merupakan bahan untuk membuat sel‑sel
lebah di negeri-negeri yang kering di mana tidak tersedia kayu.
Orang Inggris berusaha membuat sel‑sel dari kayu dan bahan‑bahan
yang berasal dari tumbuh‑tumbuhan di mana pada masa lalu sel‑sel dibuat dari cabang-cabang
pokok kayu yang gembur karena mudah untuk menghancurkan dan melumatkannya.
2. jenis
Tujuan dari membangun sel, khususnya jenis Apis mellifera (lebah madu), harus dapat
menyiapkan yang berikut ini:
a. Bahan baku
pembuatan, komposisi dan kekerasannya yang bertujuan menjaga lebah dari kondisi‑kondisi
udara, yang ia buat dari bahan selain metal.
b. Volume, volume sel-sel berkisar antara 40‑50 liter, sekalipun
sebagian volume sel mencapai separuhnya, yang digunakan untuk menarik buangan.
c. Bukaan pintu. masuk lebah: Biasanya antara 1‑2 cm dan ini
barangkali pada sel atau pada penyanggah yang digunakan untuk menutup mulut
bukaan. Barangkali juga terdapat bukaan untuk ventilasi. Lebah membutuhkan
sebuah bukaan yang tidak kurang dari 8 cm2.
c.
Sedangkan lebah jenis Apis
cerana, maka sel‑selnya berciri mirip dengan sel‑sel terdahulu, khususnya
jenis Apis mellifera, namun ia mempunyai
volume lebih kecil mencapai dua pertiga volume sel terdahulu dan isinya antara
10‑15 liter.
Dari uraian terdahulu dapat dikatakan bahwa sel‑sel pertama
yang menyiapkan untuk menempatkan lebah madu adalah sel‑sel sangat sederhana
yang mirip dengan sarang alaminya, yang dibuat adakalanya dari dahan pohon
setelah membuat rongga di dalamnya dan menutupnya dengan tutup yang tidak rapi
dari atas, di mana terdapat bukaan untuk keluar masuk lebah, atau ia membuat
dalam bentuk pipa‑pipa dari bahan porselin atau tanah liat dan biasanya tanah.
Lalu sel‑sel ini berkembang menjadi sel‑sel berbentuk kotak yang tertutup yang
bekerja seperti dalam bentuk dahan kayu, tetapi terdiri dari empat dinding. Kemudian
digunakan skep yang terbuat dari
jerami yang dijalin atau dahan‑dahan lunak dari tumbuh‑tumbuhan semak‑semak.
Dalam beberapa arah untuk tujuan itu sendiri, lebah sampai menggunakan sel kayu
yang mempunyai kamar‑kamar yang berisikan roda‑roda yang bergerak. Kemajuan perhatian
petemak lebah sampai dengan membangun sel dengan rekor intemasional untuk
penggunaan runggal dalam semua koloni. Sel‑sel juga dibuat dari sisa‑sisa
pertanian seperti jerami, serpihan tebu dan lain‑lain.
Juga dalam sarang lilin yang dibangun lebah di dalam tempat
tinggalnya untuk meletakkan telur dan menyimpan bahan makanan merupakan contoh
atas kecanggihan penciptaan Maha Pencipta yang dianugerahkan‑Nya kepada lebah.
Sarang lilin yang berisikan ribuan lubang bersegi enam digunakan sebagai tipuan
untuk mengasuh anak‑anak lebah atau gudang‑gudang untuk menyimpan madu dan
bibit pembuah. Suatu yang menakjubkan, bahwa di samping ia disiapkan betul‑betul
untuk pekerjaan ini, maka yang lebih menakjubkan lagi adalah bentuk persegi
enam dari lubang yang membutuhkan jumlah bahan bangunan yang lebih sedikit,
selain juga ia cocok untuk pertumbuhan anak lebah yang dipelihara dalam lubang‑lubang
ini. Bentuk segi enam adalah bentuk geometrik yang terbaik yang menghasilkan
kekosongan‑kekosongan perantara dan bahwa jumlah lubang dari kekosongan‑kekosongan
ini pada luas tertentu melebihi jumlah bentuk‑bentuk lain pada luas yang sama.
Kita tidak mempunyai sikap lain kecuali tertegun menyerah di
depan kemampuan I’jaz (kemukjizatan)
Al‑Qur'an ini, sewaktu kita menemukan bahwa lebah madu membangun berbagai
lubang di mana terdapat lubang‑lubang kecil yang dalam satu inci persegi
berisikan 28,27 lubang persegi enam. Ini digunakan untuk anak lebah pekerja dan
penyimpan madu. Ada
juga yang sedikit lebih besar yang digunakan untuk menjaga bibit jantan yang
dalam satu inci persegi terdapat 18,84 lubang bersegi enam.
Maha Suci Engkau, wahai Tuhanku. ‑Engkau memberi ilham kepada
dunia yang telah dan masih saja menakjubkan makhluk Engkau yang paling canggih.
Ilmu Engkau Maha Mendahului ilmu manusia, makhluk Engkau yang paling lemah.
Bukankah pada tempat tinggal Lebah terdapat krcasi dan Ilham? Siapakah yang
mengajarkan kepada setiap jenis lebah supaya mengambil bahan baku tertentu sebagai tempat tinggal dan
tidak suka dengan bahan pengganti yang lain? Ia adalah Allah, Tuhan seluruh
alam, pencipta langit dan bumi. Maha benar Allah dengan firmannya:
"Itu
adalah Allah, Tuhan seluruh alam, Pencipta segala sesuatu. Karena itu, sembahlah
Ia!" (QS 6:102).
"Tidakkah
mereka memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan
oleh Allah? .... " (QS 7: 185).
"Tidakkah
mereka mendalami Al‑Qur'an. Sekiraranya berasal dari selain Allah, tentu mereka
akan banyak menemukan berbagai kontradiksi di dalamnya!"
(QS 4:82).
Terakhir sekali, pada rumah‑rumah lebah dan pada dunia lebah
terdapat keajaiban dan kreativitas yang menyingkap rahasia kemukjizatan ilmiah
yang diturunkan dalam Al‑Qur'an Al‑Karim, yang merupakan mukjizat Islam yang
abadi dan kekal, yang berisikan ayat‑ayat dan petunjuk‑petunjuk yang selalu
mengarahkan manusia kepada iman dengan Allah, Tuhan seluruh alam, dan kepada
Islam yang cocok untuk segala ruang dan waktu.
Maha Suci Allah yang telah mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. Pujian bagi Allah, Tuhan seluruh alam, dan shalawat atas
junjungan kita Muhammad, Nabi yang ummi, serta atas keluarga dan Seluruh
sahabat beliau.
Bab
10.
RUJUKAN BERBAHASA INGGRIS:
·
Allam, H.H., Ecological
and Biological Studies on Certain Pollinators in Reclaimed land, Ph. Thesis, Faculty of Agriculture, Cairo University,
1973. ]
·
Bohart, G.E. and W.P.
Nye (1956), Kinds of Bees Gleanings in Culture 84:331‑333,337. 1968.
·
Butler, C.G.,
The
World of the Honeybee; London:
Collins, 1954, revised, 1974, hal 223.
·
Crane E, The
World's Beekeeping; Past and Present in Hive and the Honeybee
(Hamilton, Illionois:Dadant & Sons, 1975), hal 1‑18
·
Crane E, The
Shape, Construction and Identification of Traditional Hives, Bee World,
58 (3), hal 119‑127
·
Crane, E.,Agriculture.
IBRA (1980), hal 34.
·
Crane, E. and. A. J.
Graham, (1985), Bee Hives of the Ancient World‑1, Bee World 66(l), hal 23‑41.
·
Crane, E. and. A. J.
Graham, Bee Hives of the Ancient World‑2, Bee World 66(2), hal 148‑170.
·
Crane, E., (1980), Bees
and Beekeeping (Oxford:Heinemann News, 1980),hal. 514.
·
Dadant and Sons, The
Hives and the Honeybee (Hamilton, Illinois, 1975), hal 740.
·
El Badawy, A.A., Studies
on Family Megachilidae in the New Valley with special Referenee to Active
Pollinator, Ph.D. thesis, Faculty of Agriculture, Cairo University,
1975.
·
El Berry, A.A., Ecological
and Biological Studies on the Wild Bees
of Osmia sp., Ph.D. Thesis, Faculty of Agriculture, Eairo University,
1968.
·
El Hefny, A.M., Pollinators
of the Family Halictidae found in Egypt
with Special Reference to the Morphology and Biology of Nomia ruficornis sp.,
Ph‑DThesis, Faculty of Agriculture, Eairo
University, 1974.
·
Hobs,, G.A., Ecology
of Leaf Cutter Bee Megachile perihirta (Hymenoptera‑Megaechilidae) in Relation
to Production of Alfalfa Seed., Canadian Ent,88 (1956),hal 625‑631.
·
Krombein, K.V, Trap‑nesting
Wasps and Bees. Lifet Histories, Nests and Associates. Washington D.E.: Smithsonian
Press, 1967.
·
Linsley, E.G.,Ecology
of Solitary Bees in Hilgardia, 27 (10). 1958, hal 453‑559.
·
Linsley, E.G. and RD. Hurd,
Ecological
Observations on Some Bees of South ern Arisona. and New Mexico (Hymenoptera)., Ent. New
70, 1959, hal 6368.
·
Malyschev, S.I,. The
Nesting Habits of Solitary Bees, A Comparative Study, Eos 11(3), 1936,
hal. 210-309.
·
Mazeed, M.M., Ecological
and Biological Studies on family Megachilidae, Pseudomegachile, Ph.D.
Thesis, Faculty of Agriculture, Cairo University, 1968
·
Mc. Gregor, S,E, Insect
Pollination of Cultivated Crop Plants, USA Agriculture Handbook, 1976,
hal.411
·
Michener, E.D., The Social
Behaviour of the Bees, A Comparative Study, (Cambridge:Oxford
University Press,1974) hal 404
·
Morse, R.A., The Complete
Guide of Beekeeping, (New York: E.P. Dutton, 1980), hal 224.
RUJUKAN BERBAHASA ARAB
I. Al-Qur’an Al-Karim
II. Buku-buku hadits :
- Al-Imam al-kabir Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhori, Shohihul Bukhori ma’a syarhihi li Ibni Hajar al-Asqolani, ath-Thoba’ah as-Salafiyyah, Kairo, 1380 H.
- Kitab al-Ath’imah wa al-Asyrobah bab al-Halwaa’ wa al-asl
- Juz 10 – kitab ath-Thib
- Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal – Nasyru al-Maktabah al-Islamiy – Beirut 1380 H.
III. Buku-buku Tafsir:
- Al-Allamah abu al-Fadhil Syihaabuddin as-sayyid Mahmud al-Aalusiy al-Baghdaadiy – Ruuhul Ma’aani fi Tafsiril Qur’an al-Adhim wa sab’u al-Matsaanii –juz 13- Dar Ihyaa’ at-Turots al-Islaamiy – Beirut – Libanon.
- Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thobary – Jami’ al-Bayaan ‘an Ta’wil al-Qur’an –Juz 14- Cetakan ke-3- Mathbu’ah Musthofaa al-Baabi al-Halabi- Mesir
- Al-Imam al-Fakhru ar-Razi – At-Tafsir al-Kabir –juz 19- Cetakan ke-2- Dar al-Kutub al-Ilmiyyah- Teheran.
- Muhammad Jamaluddin al-Qosimi –Tafsir al-Qosimi/Mahasin at-Ta’wil –juz 10- ‘Isa al-Babi al-Halabi- Mesir.
- Nahiruddin Abi Sa’id al-Baidhowi – Anwaaru at-Tanzil wa Asrori at-Ta’wil/Tafsir al-Baidhowy- dar al-Jail.
- Asy-Syaikh Abu Ali al-Fadhli bin al-hasan at-Thobrosy –Majmu’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an- Juz 13- 1971 M. –Dar Maktabah al-Hayat- Beirut.
- Abdul Karim al-Khathib –at-Tafsir al-Qur’an lil Qur’an- Kitab IX- Dar al-Fikr al-Arabiy- Kairo
- Ahmad Musthofa al-Maraghy –Tafsir al-Maraghy- Juz 13- Kairo
- Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshory al-Qurthuby –al-Jami’ li ahkaam al-Qur’an- Juz IX- 1966M- Dar Ihya’ ats-Turots al-Arabiy- Beirut – Lebanon.
- Muhammad Abdul Mun’im al-Jamal –at-Tafsir al-Farid lil Qur’an al-Majid- Dar Kutub al-Jadid.
- Atsiruddin Abi Abdillah Hayyan al-Andalusy al-Ghirnaathy- at-Tafsir al-Kabir/al-bahr al-Muhith- Juz V- Maktabah wa Mathobi’ an-Nashrul Hadits- Riyadh- Kerajaan Arab Saudi.
- Muhammad Ali ash-Shobuni- Shofwatu at-Tafasir- bagian IV Surat an-Nahl- Dar al-Qur’an al-Karim- Beirut.
- Al-Hafidh Ibnu Katsir- Mukhtashar Tafsir Ibni Katsir- Ikhtishor wa Tahqiq Muhammad Ali ash-Shobuni- Jilid II Surat an-Nahl- Dar al-Qur’an al-Karim- Beirut.
- Sayyid Quthb- Fi Dhilalil Qur’an- Jilid IV Surat an-Nahl- Dar asy-Syaruq.
IV. LEKSIKON
Al-Imam
Al-Allamah Abu al-Fadhil Jamaluddin Muhammadbin Mukarram bin Manshur al-Afriqi
al-Mishri- Lisan al-‘Arab- Jilid XI- Dar al-Fikr- Beirut.
V. RUJUKAN BERBAHASA ARAB LAINNYA
- Al-Bimbi, Muhammad Ali, Nahl as-Shillu wa Mintajatuhu, cetakan V, Dar al-Ma’arif al-Mishriyah, Kairo, 1989 M.
- Al-Hafni, Tarbiyatu an-Nahl wa intaaju ash-Shillu, Markaz an-Nasyrul ‘Ilmiy, Universitas Malik Abdul Aziz, Jeddah, 1994 M.
- Abdus Salam, Ahmad Luthfi, Tarbiyatu an-Nahl wa Idaratu al-Manahil fil Mishri wa biladil arabiyyah- cetakan IV- Maktabah al-Anjilu al-Mishriyah, Kairo, 1990 M.
- Al-Himshi, Muhammad Hasan, an-Nahlah Tusabbihu Allah, Dar ar-Rasyid, Damaskus, 1990 M.
- Wafa, Abdul Kholiq, Nahl ash-Shillu wan Nihaalah, Dar ath-Thoba’ah al-Haditsah, Kairo, 1963 M.
- Al-Bimbi, Muhammad Ali, an-Nahlu as-Shillu wa Mintajatuhu, Dar al-Ma’arif, Kaior, 1984 M.
- Al-Qir, Muhammad Nizar, ash-Shillu fiihi syifa’un Naas, al-Maktab al-Islamiy- Beirut, 1984 M.
(Dinukil dari “Mukjizat
Al-Qur’an dan As-Sunnah rentang IPTEK”, Penerbit Gema Insani Press, halaman
199-231)
0 komentar:
Posting Komentar